About Site ^^

Friday, August 16, 2013

The ROYALE FIGHT!! Side Story: Poor Child

The ROYALE FIGHT!!

Fight!! Side Story: Poor Child


A.N     : Chap ini full of amber POV, supaya semuanya jelas.

Kau telah memberiku mimpi terburuk dalam hidupku...
Yaitu, dengan menjadi darah dagingmu

            “Ibu, ibu aku ingin mainan ini, bolehkah?”
            “Ibu, aku menyayangi ibu, apa ibu menyayangiku?”
            “Ibu, apa aku punya ayah?”
            “Ibu, kenapa ibu tak pernah menjawab pertanyaanku?”
            “Ibu, kenapa kau membereskan barang-barangmu?”
            “Ibu akan pergi? Kemana?”
            “IBUUUUUUUUUUU~!!!!!!!!!!!!!!!!!!”

            Hosh...hosh...hoshh....
            Mimpi itu lagi! Kenapa mimpi itu terus menghantuiku seperti ini?


            Aku melangkahkan kakiku menuju balkon. Purnama. Aku memandangi bola terang itu. Bila kalian pikir aku suka bola terang itu, kalian salah besar!! Aku benci bulan purnama. Rasanya, aku ingin menendang bola itu ke dalam blackhole, agar aku tak melihatnya selamanya. Tapi, disisi lain, aku menyukai cahaya terang bulan itu yang meneduhkan. Aneh? Ya, aneh memang. Aku kembali masuk ke dalam apartementku, mengarahkan kakiku menuju dapur. Kubuka sebotol air mineral yang tergeletak di atas meja. Asin. Hey, sejak kapan air mineral berasa asin?
            Tesss..
            Cih! Aku mengusap air asin yang merangsek keluar dari sisi mataku. Terus seperti itu, berulang-ulang. Kenapa air asin ini tak berhenti-berhenti juga?? Aku mendongakkan kepalaku, berusaha memasukan kembali air asin yang terus menerus keluar dari mataku. Pandanganku mengabur, air ini sudah banyak menggenang di pelupuk mataku. Kenapa aku menangis? KENAPA AKU HARUS MENANGIS??
            “Brengsek!” kukepalkan tanganku, berusaha agar air asin ini berhenti mengalir
            “Brengsek! BERHENTI KELUAR DARI MATAKU!!”
            Brukk.
            Aku jatuh berlutut di lantai dingin yang kupijak. Aku semakin mengeratkan kepalanku, mengeratkan kedua kelopak mataku. Tapi, air asin sialan ini tak bisa berhenti juga.
            “AIR ASIN IDIOTT!! BERHENTI KELUAR DARI MATAKU!!”
            DUKK!
            Aku memukul lantai yang terasa amat dingin di lututku, sekuat aku menahan air asin ini.
            “Hiks...hiks... ini bukan AIR MATA!! Aku TAK SUDI menangis untuk wanita brengsek itu!! YakK, air asin IDIOT!! KUPERINTAHKAN KAU UNTUK BERHENTI!!” teriakku makin tak karuan, seperti orang gila yang sedang mengamuk.
            Bugg!bugg!bugg!
            “Sesak. Perih. KENAPA DISINI TERASA SAKITT??! BRENGSEKK!!” teriakku sejadi-jadinya. Aku terus memukul-mukul dadaku, seperti orang sakit asma akut. Sangat sesak sekali.
            Aku menempelkan tubuhku di lantai dingin ini. Berharap dinginnya lantai ini mampu membuatku melupakan rasa sesak di dadaku, dan menghentikan laju air asin yang terus berlomba-lomba keluar dari sudut mataku.
            Tapi, tetap sama. Di ‘sini’ tetap terasa sangat sesak. Aku kembali memukul-mukul dadaku, lebih keras lagi. Berharap rasa sakit didalamnya, tidak terasa lagi. Air asin dari mataku mengalir semakin deras. Rasa sesaknya semakin membuatku sakit.
            “Wanita brengsek!! Ini semua karena KAU!!”
            Pandanganku mengabur. Dan, seluruh tubuhku terasa lemas, dengan rasa sesak dan air asin yang masih terus beraktivitas. Aku memejamkan mataku, berusaha melupakan semua yang kurasakan. Tapi, lagi-lagi itu sia-sia. Aku tertidur, dengan keadaan yang tetap tidak berubah.

~o~

Kau memutar kembali roda kehidupanku...

            “Hhahhahahaaaa, lihat dia! Si ANAK HARAM daaaattangg~!!”
            “Huuuuuuuuu~ Anak haram~anak haram~!”
            Aku hanya berusaha mengbaikannya, dan terus berjalan menyusuri koridor. Berjalan cepat dengan kepala tertunduk, berharap sampai kelas dengan cepat, dan dalam keadaan SELAMAT. Catat itu!
            Brukk!
            Kakiku tersandung kaki seseorang, dan wajahku jatuh tepat di depan kaki seorang namja kecil berwajah gothic. Shit!Namja ini lagi! Aku yakin, yang tadi menyandungku adalah salah seorang dayang-dayangnya. Cih! Aku segera bergegas untuk bangkit, tapi terlambat, namja sialan itu terlebih dahulu menjambak rambut pendekku.
            “Amber, kau tahu, kau lebih pantas terus tiarap seperti ini, karena kau itu SAMPAH! Dan sam.pah, sudah seharusnya berada di tanah, atau...” dia terdiam sebentar dan menatap mataku sinis
            “... berada di tong sampah!”
            Aku membelalakan mataku, ketika aku merasakan sesuatu di tumpahkan ke atas kepalaku. Sampah. Dan, belum cukup, dayang-dayangnya, menutup kepalaku menggunakan to.ng.sam.PAH! Aku hanya bisa terdiam.
            “HAHAHAHAHAHHA!!!! Kau sangat pantas seperti itu, Amber!!”
            “Dasar sampah! Huuuuuuuu~!!!”
            “Kita tinggalkan sampah ini” ujar namja itu.
            Puih.Puih.
            Mereka semua, membuang ludah ke arahku. Aku mencoba bangkit, tapi tubuhku terasa sangat lemas, airmata mulai menggenang di pelupuk mata kecilku. Aku kembali terjatuh dengan posisi terduduk, dan memandang tanah dengan tatapan kosong.
            “Apa aku, serendah itu? Kenapa semua orang menganggapku sampah, dan membuangku seperti ini?Apa aku memang-”
            “Kau bukan sampah!” ujar seseorang sambil mengulurkan tangannya. Tangan yang mungil, tapi terlihat kuat.
            Aku mendongakkan kepalaku. Mendapati seorang namja berpipi tembam yang sedang tersenyum . Dan, entah, ketika aku melihat gussy smile namja tembam ini, aku seperti tersihir begitu saja. Aku merasa, roda kehidupanku mulai kembali begerak.  Kedua mataku, terkunci padanya.
            “Hei,  gwenchana?” namja itu mengibas-ngibaskan tangannya yang bebas di depan wajahku.
            “Eoh?” aku mengerjapkan mataku dan menyambut uluran tangannya
            Sesaat setelah aku berdiri, namja itu menarik tanganku, menuju taman. Sesampainya disana, dia membawaku kewestafel taman.
            “Cucilah wajahmu”
            Dengan segera aku mencuci wajah dan tanganku. Untungnya, sampah yang di tumpahkan tadi adalah sampah non-organik. Dan saat aku mencuci wajahku, namja itu terus memprhatikanku. Namja itu naik ke atas westafel dan duduk di atas tembok westafel sebelah kananku.
            “Siapa namamu?”
            “Amber Liu” jawabku singkat
            “Namaku Kim Min Seok. Aku dari grup bakpao, kalau kau?”
            “Aku baru masuk kemarin”
            “Ohh, aku baru tahu ada murid baru semanis kau, kenapa Myung tidak emberitahuku?” omel namja itu “ jadi kau belum punya grup?”
            Aku menggelengkan kepalaku sambil terus mencuci tanganku yang kotor terkena tanah.
            “Bagaimana kalau kau masuk ke grupku??” ujarnya begitu antusias, seperti seorang kakek yang baru menemukan gigi palsu yang hilang. Aku menatap tidak percaya pada namja itu.
            “Tap..tap-ta...” Keputusaanku untuk menatapnya, salah.SALAH BESAR. Karena ketika aku menatapnya dia sedang tersenyum, dan senyumnya sangat manis.

p.png
           
            ‘Oh, God, Apakah namja ini malaikat?’ pikirku dalam hati
            “Tidak ada tapi! Kau harus masuk grupku!! Ya, ya,ya??” ujarnya memaksa. Aku hanya menganggukan kepalaku.        
            “YEIIII!!” teriaknya kegirangan. Aku hanya menyunggingkan segaris tipis senyum. Melihat mata namja itu, membuatku sama sekali tidak curiga dan tidak meragukan ketulusannya.
            Aku terus memperhatikan namja yang sekarang sudah berlari menjauh dari hadapanku sambil meloncat-loncat kegirangan. Namja yang sangat manis dan polos. Aku tertawa keras saat melihat namja itu hampir menabrak seorang haraboji.
            “Kim Min Seok, setelah sekian lama, hanya kau yang mampu membuatku tertawa dan melupakan penderitaanku” aku menatap jalanan yang tadi dilewati olehnya “Mungkin, kau adalah malaikat yang dikirim Tuhan untukku. Kau, memutar kembali roda kehidupanku, Min Seok”

~o~

            “Ayo, anak-anak, segera berkumpul dalam grop kalian. Kita akan membuat..... MOSAIK!!” teriak Jihyun saem. Dan seketika itu juga, kelas menjadi sangat ramai. Anak-anak mulai mencari tempat untuk berkumpul. Aku hanya diam memperhatikan mereka.
            “Amber-ah, maukah kau se-grup denganku?” ujar seorang yeoja kecil yang duduk di sampinku. Aku mengernyitkan dahiku dan menatapnya.
            “Eumm, ahh, joneun Choi JinRi imnida, panggil saja aku Sulli. Kemarin aku tidak hadir karena sakit. Dan, kebetulan, dari dulu aku tak pernah mendapat grup. Karena itu, kau mau satu grup denganku?” ujarnya
            “TIDAK BISA!!! Dia sudah satu grup denganku!” jawab seorang namja secara tiba-tiba. Kami memperhatikan namja itu.
            “Kalau kau mau, kau satu grup saja denganku juga, ne?Kebetulan anggota grupku hanya baru 3 orang. Aku, Amber dan...” Dia menolehkan kepalanya ke samping kanan. Tapi, sepertinya, dia tidak menemukan siapapun disana. Dia menolehkan kepalanya ke segala penjuru kelas, sepertinya, dia mencari seseorang.
            “DORRRRRR!!!!!!”
            “EKHHH!Bakpao~ehhh, daging            ~” latah MinSeok
            Kami memperhatikan namja yang baru saja datang mengagetkan MinSeok tadi. Tampan. SANGATTT TAMPAN! Aku dan Jinri diam terpaku menatap wajah namja kecil tadi.
            “YAK! Myung-ah! Kau JAHAT!!” Minseok meninju namja bernama Myung itu. Mereka terlihat sangat akrab.
            “Mianhae, mandooo~” Myung mengacak acak rambut Minseok
            Aku dan Jinri hanya bisa tertawa melihat tingkah aneh mereka. Melihat kami yang tertawa, mereka juga ikut tertawa, menertawakan tingkah mereka sendiri.

‘Minseok, terima kasih, kau telah membawaku keluar dari bayangan, dan menggiringku ke tengah cahaya’
              
~o~

Amber, anakku, maafkan ibu,
Ibu tidak bisa lagi hidup di sisimu
Ibu sudah memiliki kehidupan yang lebih baik.
Maaf, jika ibu meninggalkanmu dengan cara seperti kemarin
Maaf, karena ibu, tidak bisa merawatmu lagi
Maaf, karena ibu membuatmu menderita
Kau akan bahagia hidup dengan haraboji.

Ibu,


            Aku membaca surat itu dengan gemetar. Ternyata, ibu benar-benar meninggalkanku. Lagi-lagi, aku merasa seperti sampah. Kenapa ibu begitu membeciku? Kenapa ibu meninggalkanku?Apa ibu menyesal melahirkanku? Pertanyaan-pertanyaan itu terus berputar-putar di kepalaku. Aku tak kuasa untuk menahan tangisku lebih lama lagi. Kenapa? Kenapa hidupku harus seperti ini?
            “Hikss, hikss, kalau ibu memang membenciku, kenapa ibu tidak membunuhku saja?” isakku
            Surat yang kutemukan di dalam loker sekolahku itu, sekarang sudah berada dilantai. Aku terus menangis. Usiaku belum genap 6 tahun, tapi kenapa hidupku seperti ini? Aku menangis bukan untuk seorang ibu yang telah membuangku, aku menangisi hidupku yang seperti ini. Kehidupan yang tidak seharusnya dialami seorang anak kecil yang masih duduk di bangku TK.
            “Kau kenapa, Amber-ah?” tanya seorang namja kecil padaku
            Aku mendongakkan kepalaku, dan mendapati Minseok sedang menatapku khawatir. Aku yang sudah kehilangan akal, langsung memeluk Minseok dengan erat.
            “Kau tidak akan sama seperti yang lain kan?” Tubuhnya sangat hangat
            “A-apa maksudmu?” ujarnya tergagap, dia membeku dengan posisinya, mungkin dia masih kaget akan sikapku
            “Kau tidak akan pernah meninggalkan Amber kan?” Aku semakin mengeratkan pelukanku
            “....”
            “Kau akan selalu menjadi sahabat Amber kan, Minseok?”
            “Tentu saja, aku sebenarnya tidak mengerti kenapa kamu seperti ini. Tapi, kamu tenang saja, Mber, Minseok ini tak akan pernah menjadi orang lain. Ne? Jadi, jangan menangis lagi, ya?” ujarnya sambil menepuk-nepuk punggungku
            Pelukannya sangat hangat, sangat nyaman. Aku hanya mengangguk di dalam pelukkannya.
~o~

            “Yeoboseo?”
            “.................”
            “Untuk apa kau meneleponku lagi?!!!!” bentakku pada orang yang meneleponku
            “.............”
            “CIH!! Setelah meninggalkanku bertahun-tahun, kau ingin meminta bantuanku?”
            “..................”
            “APA??”
            “..................”
            “HEH?! Kau kira aku akan melakukan hal itu? Demi orang yang kubenci?”
            “..................”
            “Jieun? Kau bilang untuk Jieun?”
            “.................”
            TUUTTTTTTTTT
            Handphoneku tergelincir dari gengammanku. Aku mematung di tempatku. Hal yang baru saja kudengar, kini mulai membuat roda hidupku melambat, yang entah kapan akan kembali terhenti. Kini, air mata yang sudah sejak lama tidak kuakui sebagai airmata itu (?) kembali jatuh dari sepasang mataku ini. Jieun! Hanya itu yang terlintas di pikiranku saat ini. Gadis ceria itu, sekarang kehilangan sumber cahayanya! Lee Jieun, yeodongsaeng yang sudah menjadi orang terpenting kedua di hidupku setelah Minseok, membutuhkan cahaya yang kumiliki!

~o~

No comments:

Post a Comment